21 June 2009

Have we ever..


"And how many signs in the Heavens and the Earth do they pass by? Yet they turn away from them (without thinking). "
(Yusuf : 105)


Have we ever thought about the fact that we did not exist before we were conceived and then born into the world and that we have come into existence from mere nothingness?

Have we ever thought about the flowers we see by the road everyday come out of pitch black, muddy soil with fragrant smells and as colourful as they are?

Have we ever thought about how mosquitoes, which irritatingly fly around us, move their wings so fast that we are unable to see them?


Have we ever thought about how the peels of fruits such as bananas watermelons and oranges serves as wrapping of high quality, and how the fruits are packed in these wrapping so that they maintain their taste and fragrance?

Have we ever thought about the possibility that while we are asleep a sudden glazing fire could raze our home, office or city to the ground and in few moment we could lose everything of the world we possess?

Have we ever thought how life passes away very quickly, and that we will grow old and become weak, and slowly lose the beauty we possess, health we never feel grateful to have and strength we never thought to deprive?



Have we ever thought about how one day we will find angels of death appointed by God before we and that we will then leave this world?

...and have we ever thought about how we are so attached to a world from which we will soon depart when what we basically need is to strive for the hereafter?

"We did not create the heavens and the earth and everything between them as a game. We did not create them except with truth but most of them do not know it"
(Ad-Dukhan :38-39)

Whoever does not think and think (realise by heart) will remain totally distant from real truth and lead their life in self-deception and error. Consequently, they will not grasp the purpose of the creation of the world and even worse the reason for their existence on the earth. Yet, God has created everything with purpose. Have we ever knew this?

Related : Watch this out


Advert

15 June 2009

Berhentilah menjadi gelas



Seorang guru datang mendekati seorang anak muridnya setelah melihat anak ini sering bersedih sejak kebelakangan ini. Bertanya si guru,

" Kenapa kamu asyik bermurung si anak. Bukankah banyak sekali perkara yang indah di dunia ini. Kemana perginya wajah syukurmu?"

" Wahai mu'allim, banyak sungguh perkara yang merunsingkan aku sehingga sungguh sulit untuk aku tersenyum sejak akhir ini. Masalah seolah-olah bertimpa-timpa menjengah hatiku ini", jawab si anak.

Terkekeh guru itu mendengar luahan si anak muridnya, lalu berkata,
"Nah pergi ambil segelas air ini dan dua genggam garam. Mari aku periksa dan perbaiki suasana hatimu itu"

Si anak berlalu dan datang dengan segelas air dan 2 genggam garam.
"Cuba ambil segenggam garam dan masukkan ke dalam segelas air ini. Setelah itu cuba kau minum air dalam gelas itu" perintah si guru kepada anak muridnya yang masih sunggul.

"Nah, bagaimana rasanya?"tanya sang guru
"Asin sekali dan perutku jadi mual" jawab si anak dengan muka yang berkerut-kerut. Terkekeh si guru dengan respon si anak tadi.

"Baiklah. Sekarang kau bawa segenggam garam yang berbaki dan ikut aku" arah si guru sambil membawa si anak ke satu tasik. "Sekarang kau tebarkan garam yang berbaki ke dalam tasik ini" sambung si guru.

Si anak menebarkan genggaman garam yang berbaki ke dalam tasik sedang rasa asin masih kuat terasa di mulut. Ingin saja diluahkan rasa asin tapi tidak sopan telahannya berbuat demikian di hadapan gurunya.




"Sekarang cuba kau rasa air tasiknya". arah sang guru sambil mencari bangku dan berdekatan untuk didudukinya. Si anak akur dengan arahan gurunya. Si anak menangkupkan kedua tangannya sambil menceduk air tasik lalu membawa ke mulutnya untuk meneguknya.
"Apa yang kau rasa?" tanya si guru setelah memeerhati anak muridnya yang patuh.

"segar, segar sekali", jawab si anak sambil mengelap bibirnya yang tersisa air tasik tadi.

"Terasakah garam yang kau tebarkan tadi?" uji si guru lagi.
"Tidak, tidak sama sekali" jawab si anak sambil terus menceduk air tasik.

"Anakku," sambung si guru setelah dilihat anak muridnya puas meminum air tasik yang segar tadi. "Segala masalah dalam dunia ini sekadar segenggam garam. Tidak kurang tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah, kerisauan dan penderitaan yang kau alami di dunia ini telah dikadar dengan adil oleh Allah swt, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap tidak lebih tidak kurang. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada seorang manusia yang dilahirkan, walaupun seorang Nabi, terlepas dari penderitaan. Malah kekasih Allah Rasulullah itu pun mengalami penderitaan yang perit dalam hidupnya berdakwah kepada manusia". Si anak terdiam mendengar dengan teliti.

"Tapi anakku, rasa 'asin' yang terasa itu sungguh tergantung pada BESARNYA HATI yang menampung. Jadi anakku, supaya tidak terasa menderita asinnya, berhentilah menjadi gelas. Jadikanlah hati dalam dadamu seluas tasik agar dapat kau menikmati hidup dengan puas".

(Cerita ini bukan cerita K'Shee, K'Shee dapat dari mana sudah lupa sumbernya. K'Shee edit mengikut cita rasa..)

K'Shee: Kadang-kadang kita diuji Allah dengan ujian. Tapi percayalah yang setiap ujian itu sesuai dengan diri kita. Dan ujian Allah adalah tarbiyyah dari Allah untuk menjadikan diri kita seorang yang lebih kuat. Terngiang kata-kata naqibah K'Shee,

"Dugaan yang Shee dapat ini sebenarnya melatih Shee untuk menjadi seseorang yang lebih teliti dalam menghadapi kehidupan", InsyaAllah.

14 June 2009

Air Mata Hunain


Perang Badar baru saja selesai. Namun, peristiwa itu tidak mungkin hilang begitu saja dari benak fikiran para sahabat. Ini kerana Badar merupakan pengalaman mereka yang pertama dalam keramaian genderang perang.

Ketika perang Hunain berakhir dengan kemenangan kaum muslimin, Rasulullah SAW dan kaum muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang melimpah. Perang ini berlaku pada tahun ke-8 hijrah. Dengan penaklukan kota Mekah, kaum kuffar Arab akhirnya bergabung, bersedia menyerang kaum muslimin. Bahkan, mereka turut membawa anak isteri mereka juga harta benda yang mereka miliki. Perang yang akan merka tempuh seolah-olah perang pertarungan harga diri sehingga mereka harus membawa semua yang mereka miliki untuk berada dalam kafilah perang mereka.

Di pihak lain, kaum muslimin yang berjumlah 10 ribu orang anggota yang telah menyerbu dan menakluk kota Mekah sudah bersiap sedia berangkat ke Hunain. Pasukan ini telah pun ditambah dengan dua ribu orang mualaf, orang yang baru masuk Islam dari penduduk Mekah. Sebuah penghormatan dan harga diri kadang kala menjadi suatu yang amat berharga sehingga apaun yang dimiliki dapat dikerahkan untuk mendapatklan kembali harga diri tersebut. Begitulah yang terjadi kepada orang-orang Arab yang merasa kehormatannya diragut oleh umat Islam Madinah yang berhasil menduduki dan menakluk kota Mekah.Puncak perjuangan kaum kuffar untuk kembali merebbut kehormatan dan harga diri mereka adalah dengan menentang umat Islam.

Jumlah pasukan Islam yang banyak yang bersedia untuk berperang melawan kuffar Arab iaitu dalam 12 ribu orang telah menimbulkan sikap ghurur (bangga diri) pada sebahagian kaum muslimin. Mereka beranggapan bahawa jumlah pasukan umat Islam yang besar akan mudah mengalahkan pasukan kuffar Arab sehingga mereka meremehkan kekuatan musuh. Penyakit ghurur ini menjadikan maknawiyah pasukan Islam menjadi kendur. Mereka kurang bersandar kepada Allah sebagai sumber kekuatan. Hal ini kerana secara manusiawi mereka jauh lebih besar daripada pasukan musuh sehingga tidak terdorong atau melupakan bahawa sumber kemenangan adalah daripada Allah SWT, sama seperti maknawiyah kafir Quraisy ketika mereka menghadapi pasukan Islam di Badar. Akan tetapi, mereka yang sudah ditempa dengan tarbiyah Rasulullah SAW tergerak dan segera menyusun kembali barisan untuk menguasai keadaan sehingga pertempuran itu berakhir dengan kemenangan.

Kemenangan kaum muslimin mendatangkan banyak harta rampasan perang dan tawanan, 6 ribu orang tawanan, 24 ribu unta, 40 ribu lebih kambing, dan 4 ribu lebih uqiyah perak.

Pembahagian Harta Rampasan Perang

Ketika perang berkahir dan setelah beberapa lama Rasulullah menunggu kaum Hawazin yang mungkin datang untuk menebus tawanan mereka di Ji’ranah. Rasulullah SAW membahagi-bahagikan harta rampasan perang kepada para muallaf, pemuka Mekah yang belum lama masuk Islam, dengan jumlah yang cukup besar untuk mengikat hati mereka.

Abu Sufyan diberi 40 uqiyah dan 100 ekor unta, kemudian Abu Sufyan ,meminta bahagian anaknya, Yazid. Rasulullah SAW meluluskan permintaan Abu Sufyan itu dengan memberikan anaknya jumlah yang sama seperti yang beliau perolehi. Begitu juga dengan anaknya yang bernam Mu’awiyah. Rasulullah SAW memberikannya dengan jumlah yang sama. Kepada Hakim bin Hizam, Rasulullah SAW memberikan 100 ekor unta, kemudian dia meminta lagi dan memberikannya tambahan 100 ekor lagi. Shafwan bin Umayyah diberi 100 ekor unta, kemudian 100 ekor lagi, dan ditambah lagi dengan 100 ekor.

Al-Haritsah bin Al-Harits bin Kaladah diberi 100 ekor unta dan beberapa pemuka Quraisy yang lain juga memperolehinya. Selain mereka, ada juga yang mendapat 50 ekor unta, 10 ekor unta, 5, 4, sehingga dikhabarkan bahawa Rasulullah memberikan setiap muallaf yang meminta atau minta tambahan bahagian dan baginda tidak takut miskin. Orang-orang Arab berkerumun meminta bahagian harta sampai baginda terdesak ke sepohon pokok hingga baju baginda terlepas. Baginda berkata, “ Wahai kalian, kembalikan bajuku, demi Zat yang diriku di tangan-Nya, andaikan aku memiliki tanaman di Tihamah, maka aku akan memberikannya kepada kalian dan kalian tidak memanggilku sebagai orang kikir, takut, dan berdusta”.

Kemudian, bagindapun berdiri di samping unta miliknya sambil memegang sebiji gandum dan bersabda, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak lagi menyisakan harta rampasan kalian, termasuk biji gandum ini, kecuali seperlimanya dan seperlima itupun sudah aku serahkan kepada kalian”.

Setelah membahagikan rampasan kepada para muallaf, kepada orang-orang yang baru masuk Islam dan kepada orang yang hatinya masih lemah, Nabi Muhammad SAW memanggil Zaid bin Tsabitagar mengumpulkan sisa harta rampasan perang serta memanggil semua sahabat. Masing-masing sahabat mendapat 4 ekor unta dan 40 ekor kambing. Untuk penunggang kuda, diberikan 12 ekor unta dan 120 ekor kambing.

Pembahagian ini berdasarkan pertimbangan yang sangat matang dan bijaksana. Di dunia, seseorang lebih mampu menerima kebenaran melalui perutnyadaripada akalnya, sebagaimana binatang yang digiring ke kandangnya dengan memancingnya melalui dedaunan. Begitu juga manusia yang memerlukan variasi pujukan untuk menyusupkan keimanan.

Komentar Terhadap Tindakan Rasulullah SAW

Tindakan dan langkah baginda tidak difahami oleh sebahagian sahabat sehingga timbul pelbagai komentar yang tidak sedap didengar. Di antara sahabat yang tidak dapat menerima tindakan Rasulullah SAW ini adalah orang-orang Ansar, padahal merekalah yang paling banyak dilibatkan oleh Rasulullah pada saat-saat krisis hingga suasana pertempuran yang mula kelihatan kalah menjadi sebaliknya dapat dikuasai keadaan. Mereka tidak menerima bahagian daripada harta rampasan perang Hunain.

Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata, “Setelah Rasulullah SAW membahagi-bahagikan bahagian rampasan perang kepada orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah Arab, sedangkan orang-orang Ansar tidak mendapat apa-apa bahagian, maka kemudian tersebarlah sosek-sosek di antara mereka, ada yang berkata, “Demi Allah, Rasulullah SAW telah bertemu kaumnya sendiri”.

Lalu Saad nbin Ubadah datang ke tempat baginda seraya berkata, “Wahai Rasulullah, di hati orang-orang Ansar ada perasaan tidak puas hati terhadap engkau kerana pembahagian harta rampasan perang yang telah engkau lakukan. Engkau membahagi-bahagikan nya kepada kaum engkau sendiri dan engkau memberikan bahagian yang amat besar kepada beberapa kabilah Arab, sedangkan orang-orang Ansar itu tidak mendapat apa-apa”.

Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Kalau demikian keadaannya, engkau berpihak kepada siapa wahai Saad?” Saad pun menjawab, “Wahai Rasulullah, tidak ada pilihan lain kecuali aku ikut bersama kaumku”.

“Kalau begitu kumpulkan kaummu di tempat ini!” kata Rasulullah SAW kepada Saad.

Kemudian Saad mengumpulkan semua orang Ansar di tempat yang ditunjukkan Rasulullah. Ada beberapa Muhajirin hendak ikut masuk, namun mereka tidak diperkenankan masuk daan hanya orang-orang Ansar sahaja yang masuk ke dalam tempat itu. Setelah semua orang Ansar telah berkumpul, maka Saad memberitahu Nabi SAW dan baginda pun datang berjumpa dengan mereka.

Taujih Rasulullah SAW

Setelah memuji dan mengagungkan Allah, baginda bersabda, “Wahai kaum Ansar, aku sempat mendengar sosek-sosekdari kalian dan dalam diri kalian ada perasaan tidak puas hati terhadapku. Bukankah dulu aku datang ketika kalian dalam keadaan sesat dan Allah memberikan petunjuk kepada kalian? Bukankah dahulu kalian adalah miskin lalu Allah membuat kalian menjadi kaya dan hati kalian bersatu?”

Mereka menjawab, “Begitulah, Allah dan rasul-Nya lebih murah hati dan banyak kurnianya”.

“Apakah kalian tidak ingin memenuhi seruanku wahai orang Ansar?”

Mereka menjawab, “Dengan apa kami harus memenuhi seruanmu wahai Rasul? Segala anugerah dan kurnianya hanyalah milik Allah dan Rasul-Nya”.

Lalu baginda bersabda, “Demi Allah, jika kalian mahu, kalian perlu membenarkan dan dibenarkan, maka kalian boleh katakan, “Engkau telah datang kepada kami ketika engkau didustakan kaum engkau, kami menerima engkau. Ketika engakau dalam keadaan lemah, kamilah yang menolong engkau. Ketika engkau diusir, kamilah yang memberikan tempat. Ketika engkau dalam keadaan papa, kamilah yang menampung engkau”.

Setelah mengingatkan orang-orang Ansar bahawa mereka lebih berjasa kepada Rasulullah SAW dari orang-orang Quraisy, baginda kemudian bersabda, “Apakah di dalam hati kalian masih terdetik hasrat kepada dunia yang dengan keduniaan itu sebenarnya aku hendak mengambil hati segolongan orang agar masuk Islam. Sementara terhadap keislaman kalian aku tidak lagi meragukannya? Wahai sahabat Ansar, apakah di hati kalian tidak berkenan jika mereka membawa pulang kambing dan unta, sedangkan kalian pulang bersama Rasulullah ke tempat tinggal kalian?”

Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, kalau bukan kerana hijrah, tentu aku termasuk golongan Ansar. Jika para sahabat menempuh suatu jalan di celah gunung dan orang-orang Ansar menempuh suatu celah yang lain, tentu aku akan memilih celah yang dilalui oleh orang Ansar. Ya Allah, rahmatilah orang-orang Ansar, anak-anak Ansar, dan cucu orang-orang Ansar”.

Setelah mendengar taujih dari Rasulullah SAW yang mengajak mereka mendahulukan akhirat dan nikmat yang besar, mereka pun menitiskan air mata hingga janggut mereka basah lembab dengan air mata sambil berkata, “Kami redha tindakan Rasulullah dalam urusan bahagian dan pembahagian. Setelah itu, mereka bersurai dan kembali ke tempat mereka semula”.

Renungan Peristiwa Hunain

Kejadian pembahagian rampasan perang ini merupakan tarbiyah bagi para sahabat. Kadang kala ketika kita merasa sudah banyak berbuat untuk dakwah, maka kita merasa bahawa kita berhak atas semua keuntungan duniawi dari dakwah. Oleh itu, seperti kejadian Hunain, sebahagian sahabat merasa bahawa mereka lebih berhak atas rampasan perang Hunain dibandingkan dengan orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam ketika Fath Al-Makkah.

Ketika hati kita dipenuhi dengan rasa protes kerana kita merasa bahawa jasa kita tidak dihargai, maka prasangka pun akan menghinggapi hati kita sehingga dugaan buruk terhadap lain menguasai kita, seperti yang berlaku kepada orang-orang Ansar pada peristiwa pembahagian harta rampasan perang.

Yang lebih berbahaya adalah jika kekecewaan atas tindakan itu menular kepada orang lain sehingga suasana ukhrawi tidak terlihat.Yang ada sebaliknya, ejekan disebabkan kekecewaan dan tidak puas hati terhadap pimpinan. Jika keadaan ini tidak cepat diselesaikandengan penjelasa-penjelasa n daripada pihak pimpinan, maka tidak mustahil keadaan ini akan bertambah parah menjadi pergaduhan atau perpecahan.

Di pihak yang lain, sebagai seorang pimpinan, Rasulullah SAW menyedari bahawa tidak seluruh landasan tindakannya diketahui oleh para sahabat. Oleh itu, baginda berinisiatif untuk menjelaskan i’tibarat, dan konsider kepada para tentera. Ini perlu cepat dilakukan agar keadaan tidak bertambah teruk. Semakin cepat akan semakin baik, kecuali jika ada program atau rancangan yang lebih efektif untuk menyelesaikan keadaan seperti itu.

Kejadian Hunain telah berlalu sekian lama, tetapi pelajaran dan hikmah yang dapat diambil sentiasa mengalir bagai air dari pergunungan yang dapat menyegarkan dan menghilangkan rasa haus generasi penerus perjuangan. Mudah-mudahan Allah masih membuka hati kita agar kita dapat melihat sesuatu dengan benar dan hati pun tidak terfitnah, terjangkit penyakit dari keadaan yang sam,a dengan keadaan yang dialami oleh sahabt-sahabat Ansar pada masa-masa pertama perjuangan Islam.

Wallahu'alam.

10 June 2009

..menunaikan hak-Dakwah Kita Tidak Selektif

Dakwah Kita Bukan Selektif.


Masih teringat K'Shee bagaimana first time mengikuti Program Keindahan BersamaMu (KBM) anjuran JIM Terengganu di Sekolah Berasrama Penuh Integrasi Batu Rakit Kuala Terengganu hampir setahun yang lalu. Ini adalah program pertama yang K'Shee sertai setelah balik ke Malaysia dan peluang pertama bertemu dengan penggerak-penggerak Karisma dan KRJ di Terengganu. Dan program ini adalah untuk pelajar tingkatan 2 & 4. Kemudian banyak lagi program-program seumpama dan untuk kebanyakkannya untuk target group yang lebih kurang sama.

Mula-mula terasa kekok juga untuk bersama-sama dengan adik-adik penggerak yang lain bersama-sama menyantuni madu' yang rata-rata jauh lebih muda dari K'Shee. Maklum, 3 tahun dalam dakwah di UK boleh dikatakan semua madu' adalah adik-adik yang baru menjengah usia di universiti. Sekarang K'Shee berhadapan dengan generasi yang jauh lebih fragile. Sungguh pengajaran pertama adalah berlapang dada. Hati beringat-ingat supaya tidak mempersoalkan 'arahan dari atas'. Dan seterusnya adalah fahamilah waqi'.

Hari ini, banyak dari program yang K'Shee hadiri adalah program yang banyak menyantuni golongan yang fragile tadi. Setiap minggu K'Shee akan dikelilingi oleh anak-anak remaja yang dahagakan ilmu dan perhatian. Saat ini K'Shee sedar yang dakwah kita bukan selektif. Dakwah kita untuk semua. Seperti yang dikisahkan oleh Allah dalam asbab-nuzul surah 'Abasa. Alllah menegur Rasulullah kerana mengabaikan satu pihak (Abdullah ibn Ummi Maktum) dan melebihkan pihak Quraisy (favourite group target) dalam dakwah baginda, sedangkan Abdullah ibn Ummi Maktum seorang yang buta tidaklah dapat melihat baginda memasamkan muka.

Rasulullah tidak silap dalam meletakkan keutamaan (aulawiyat), memilih sasaran dalam gerakan dakwah baginda, mereka yang lebih mempunyai kuasa dan ekonomi (favourite group target) namun Allah tetap menegur yang seolah terlupa kepada Abdullah ibn Ummi Maktum yang mempunyai ketulusan hati untuk mendekati dakwah Rasulullah. Impak dari peristiwa ini cukup besar.

Kalau diperincikan, teguran Allah ini kekal menjadi peringatan bukan sahaja untuk Rasulullah malah lebih penting kepada sesiapa sahaja dalam usaha menyambung mata rantai dakwah ilallah. Peringatan ini lebih menjurus kepada sisi akhlak dan strategi dakwah. Jika Rasulullah ditegur kerana seolah-olah menjadikan dakwah baginda selektif, bagaimana pula dengan kita?

K'Shee kini faham apa yang naqibah K'Shee remind sebelum balik ke Msia dulu. Berlapang dada dengan tanggungjawab dakwah di Msia dan pegang pada prinsip bahawa dakwah kita tidak selektif. Masyarakat sekarang umumnya sangat memerlukan daei' yang tidak selektif. Tanggungjawab daei bukan kepada mereka dan mereka yang boleh dipilih atas kapasiti "saya rasa kerja saya dakwah saya lebih mudah dengan mendekati mereka yang berada di kolej-kolej persedian dan univerisiti", tetapi cubalah untuk berlaku adil dan menunaikan hak semua.




Pesanan untuk diri sendiri dan kawan-kawan yang masih takut untuk terjun ke medan atau waqi' kita yang sebenar : Sebenarnya masyarakat ketika ini sangat-sangat memerlukan kita untuk menunjukkan mereka jalan. Jangan sesekali kita mengabaikan mereka. terutamanya golongan yang fragile. Bersama-samalah dengan jemaah yang kita masing-masing yakini dan 'berbakti' untuk masyarakat.

02 June 2009

Harga Sebuah Panggilan Allah


..dan apabila kematian adalah pengajaran paling tepat untuk sebuah kehidupan


"Maha Suci Tuhan yang Engkau bersifat dengan Baqa' dan Qidam, Tuhan Yang Berkuasa mematikan setiap yang bernyawa, Maha Suci Tuhan yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji siapa yang baik dan siapa yang kecewa."





Semalam K’Shee diizinkan Allah untuk bersama-sama dengan sebahagian ahli keluarga yang lain mengiringi satu jenazah ke perkuburang Islam Kg. Raja. Tidak terniat untuk pergi mengiringi jenazah pakcik K’Shee dikebumikan di situ, tetapi panggilan telefon dari makcik dari kawasan perkuburan, meminta K’Shee pergi menghantar tikar hamparan untuk jemaah di kubur memaksa K'She untuk turut serta ke kawasan perkuburan. Ditemani kakak ipar yang baru 3 bulan mengandungkan cucu sulung mak, K’Shee ke sana dan menyertai jemaah menyelesaikan hak arwah untuk terakhir kalinya.


Dari tanah manusia diciptakan dan kepada tanah jua ia dikembalikan


Sesungguhnya janji Allah ini benar. Tujuh kaki dalamnya lahad digali untuk menempatkan jenazah. Mulut dan hidung dipenuhi dengan tanah lalu berkeseorangan diri dikambus dengan tanah juga. Tanah itulah yang menjadi kediaman sementara kita sehingga dibangkitkan Allah apabila sampai masanya kelak. Sesungguhnya janji Allah membangkitkan manusia itu juga benar

"Di masa itu hendaklah kamu menjawab soalan-soalan mereka dengan cermat dan sehabis-habis terang, tepat dan betul. Janganlah berasa gementar, janganlah cuak dan janganlah bergopoh-gapah, biarlah tenang dan berhati-hati.
Hendaklah kamu jawab begini:
Allah Taala Tuhanku,
Muhammad nabiku,
Islam agamaku,
kitab suci Al-Quran ikutanku,
Baitullah itu qiblatku, malahan solah lima waktu, puasa di bulan Ramadhan,mengeluarkan zakat dan mengerjakan haji diwajibkan ke atas aku. Semua orang Islam dan orang yang beriman adalah saudara aku,bahkan dari masa hidup hingga aku mati aku mengucap: “La ila ha illallah Muhammaddur rasulullah" - sura tegas pak iman berkumandang di petang itu.

Bacaan talkin dibacakan untuk para jemaah yang hadir. Inilah peringatan yang sangat berguna untuk kami yang masih merasai nikmat kehidupan. Soalan-soalan bocor ini untuk mengingatkan kami para jemaah bahawa akan sampai masa kami juga akan ditanya oleh malaikat pemegang amanah yang paling setia. Jawapannya pula bukan untuk dihafal oleh kami yang masih hidup kerana nanti sampai saatnya bila roh terpisah dari jasad mana mungkin jawapan-jawapan yang dihafal itu menjamin kita menghadapi Sakratulmaut. Sesunggunya IMAN lah yang akan menjadi suara kita. Bagaimana iman kita, begitulah jawapannya. Jadi, bagaiman IMAN kita?


Bagaimana iman kita?


Bagaimana keimanan kita?


Bagaimana keimanan kita terhadap Allah Yang Maha Esa? Adakah kita benar-benar yakin bahawasanya seluruh kehiudupan kita dalam perhatian Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Terperinci? Adakah seluruh tindakan dalam kehidupan kita berorbitkan keimanan terhadap Allah Yang Satu? Atau kehidupan kita sekadar sehelai kehidupan seharian seperti robot-robot yang tidak mengerti mengapa ia dicipta?


Bagaimana keimanan kita terhadap malaikat? Adakah keimanan kita kepada makhluk Allah yang paling taat ini menjadikan kita insan paling berhati-hati dalam setiap tindak tanduk kita? Benarkah kita yakin bila-bila masa sahaja, malaikat Allah ini akan datang merenggut tangkai nyawa dari jasad kita? Atau kita merasakan malaikat hanya wujud dalam kehidupan para rasul sahaja?


Bagaimana keimanan kita terhadap para rasul dan kitabNya? Dapatkah kita merasakan rasul itu adalah utusan Allah yang dihantar untuk mengajarkan kita tatacara kehidupan yang sebenar dan fitrah? Atau kita merasakan kisah ar-rasul hanyalah khayalan yang dicipta atas propaganda golongan tertentu sahaja? Sejauh mana keikhlasan kita dalam melaksanakan ajaran yang digariskan dalam al-kitab pula? Atau kita hanya mendasari bahawa kita Islam maka kita perlu solat, berpuasa dan menunaikan haji sahaja? Sudahkan kita beriman dengan segala peraturan yang Allah turunkan melalui al-Kitab dan al-sunnah secara mutlak? Tidakkah kita berasa terpanggil apabila al-quran menyeru “wahai manusia” dan “wahai orang yang beriman”? Atau kita merasakan al-kitab itu hanyalah risalah yang perlu dibaca tanpa dihayati penterjemahannya dalam kehidupan seharian kita?


Benarkah kita percaya bahawa pada satu saat nanti kita semua akan dibangkitkan setelah jasad kita hancur dimamah tanah? Percayakah kita bahawa nanti segala perincian hidup kita akan diulang-tayang di hadapan ar-Rasul dan seluruh ummat manusia? Adakah segala amalan kita didasari atas keimanan kita terhadap hari pembalasan?


“Ya Allah, hidupkanlah kami dalam iman, matikanlah kami dalam iman, kumpulkanlah kami dalam iman dan masukkanlah kami ke dalam syurgamu dalam iman”.


Sabda Rasulullah bermaksud:


“Apabila manusia mati, putuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat atau anak soleh yang mendoakan orang tuanya.”
(Hadis Riwayat: Muslim)


Bersama-sama jemaah di perkuburan adalah anak sulung dan isteri arwah serta kami kaum keluarga yang terdekat. Terkesan si ibu apabila melihat anaknya sendiri yang bersusah payah menguruskan mayat si ayah dari menjaga ketika sakit, memandikan, mengiringi ke perkuburan sehinggalah mengkebumikan, juga duduk tunduk menghadap tanah yang merah di barisan hadapan di saat tok imam membacakan talkin. Berdetik hati K’Shee, tanggungjawab si anak tidak terhenti di situ. Sesungguhnya doa si anak inilah yang ditunggu oleh arwah. Maka hendaklah sebagai anak kita memenuhi kriteria pertama dalam rangka memastikan doa kita bermafaat untuk ibu dan ayah.


Terimbau kembali di saat kami sekeluarga kehilangan arwah ayah kira-kira 11 tahun yang lepas. Di saat itu K’Shee baru menjengah usia remaja, adik yang kecil masih berumur sembilan tahun. Kematian ayah banyak mengajarkan kami erti sebenar dugaan hidup. K’Shee melihat bagaimana mak bersusah payah menyeimbangkan kehidupan kami tanpa sumber rujukan dan nasihat. Mengajarkan mak bagaimana menjadi ibu yang tahan lasak menghadapi anak-anak remaja, mengajarkan kami anak-anak menjadi anak-anak yang mengasihani perngobanan si ibu. Mengajarkan masyarakat sekeliling kami bahawa kehidupan tanpa ayah juga kami boleh menjadi lebih dari orang lain.


“Ya Allah jadikanlah kami bertiga anak yang soleh serta penyejuk mata dan hati ibu kami”